Monday, March 21, 2011

Ujian Nasional merupakan suatu merupakan suatu perbincangan hangat pada kalangan siswa-siswi terutama sekolah menengah (SMP dan SMA) di Indonesia saat ini. Tanggal !8 april tahun ini ditentukan sebagai hari pertama dimulainya proses ujian nasional tingkat SMA seluruh Indonesia. Hari itu adalah saat yang ditunggu-tunggu oleh para siswa untuk dapat merealisasikan apa yang sudah diperoleh selama ini di bangku pendidikan melalui evaluasi secara nasional.
seiring penantian akan peristiwa besar inisebagian besar siswa-siswi peserta ujian masih diliputi oleh rasa cemas dan kuatir akan terjadinya peristiwa ini, seakan-akan ujian nasional bagaikan monster yang hendak menyerang mereka habis-habisan. Tak jarang juga terdengar kata-kata dari siswa-siswi yang hendak mengikuti ujian “ujian tahun ini berat sekali, kira-kira saya lulus tidak ya? Standar kelulusan menjadi pemicu utama dalam rasa kekuatiran dan kecemasan para siswa. Angka 5,50 merupakan angka yang dianggap terlalu berat bagi para siswa apalagi berstandar nasional. Padahal system penilaian tahun ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya maka lebih menguntungkan para siswa karena nilai yang diambil tidak semata-mata nilai ujian nasional saja melainkan masih digabungkan dengan nilai-nilai yang diperoleh selama menjalani pendidikan di sekolah dimana siswa mengenyam pendidikan untuk dikalkulasi lebih lanjut. Dalam hal ini 60% nilai ujian nasional dan 40% ujian sekolah termasuk nilai semester dan lain-lain dengan rumus yang ditawarkan pemerintah untuk nilai gabungan = (0,6 x nilai UN) + (0,4 x nilai sekolah). Nilai sekolah dihitung dari nilai rata-rata ujian sekolah dan nilai rapor semester 3-5 untuk tiap mata pelajaran UN(REPUBLIKA.CO.ID, PAMEKASAN). Penilaian ini lebih lanjut dijelaskan oleh Basyair dalam TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA bahwa sekor nilai UN 0,60 persen, sedangkan UAS 0,40 persen. UAS, kata Basyair juga merupakan perpaduan nilai antara ujian semester, mulai semester 3, 4 dan semester 5. "Nilai semester dan UAS ini dipadukan dengan nilai angka 0,40 persen," katanya menambahkan..
kendatipun demikian, sepertinya sistem penilaian yang lebih memudahkan ini tidaklah menjadi suatu alasan atau suatu pemicuh yang cukup kuat bagi para siswa untuk menghilangkan rasa cemas atau kuatirnya. Kekuatiran itu tidak hanya terjadi pada kalangan siswa kelas 3 yang dipersiapkan untuk mengikuti ujian nasional tetapi juga terus menjalar ke pemikiran siswa-siswa kelas 1 dan 2. maka tidaklah mengherankan jika sering terdengar ungkapan dari mereka “ tahun ini saja standarnya sudah tinggi begini, bagaimana dengan kita nanti?; tahun ini kakak- kakak banyak yang gagal, bagaimana dengan nasib kita nanti; mampu tidak kita?”. Timbulnya pertanyaan-pertanyaan diatas melambangkan bahwa penyakit kekuatiran atau kecemasan itu sudah bagaikan suatu penyakit turunan yang terus diwariskan dari masa ke masa, dari generasi ke generasi. Rasa cemas dan ujian nasional sudah bagaikan saudara kembar yang tidak bisa dipisahkan lagi satu sama lain.
Pertanyaannya bagi kita adalah: Apakah kekuatiran itu perlu ada? Atau apakah ujian nasional itu perlu dicemaskan? Kalau saya menjawab, sebenarnya ujian nasional bukan merupakan sesuatu perlu dicemaskan melainkan harus dipersiapkan secara matang. Ujian nasional seharus disambut dengan rasa gembira dan sukacita yang mendalam karena di situlah hasil belajar selama ini bisa diuji dan dievaluasi untuk dapat melanjutkan pedidikan ke tingkat selanjutnya. Ujian nasional sebenarnya tidak beda jauh dengan dengan ujian semester ataupun ujian- ujian lain yang menguji apa yang telah kita pelajari sebelumnya sehingga tidak perlu dicemaskan apalagi kecemasan itu sampai tingkat yang berlebihan. Yang perlu dilakukan adalah mempersiapkan diri secara baik dengan mempelajari materi-materi yang sudah diperoleh selama proses belajar mengajar.
Namun itulah kenyataan yang ada saat ini, kecemasan itu tidak bisa dihindari.ia sudah merajalelah meracuni pemikiran peserta didik belakangan ini. Berdasarkan pengamatan saya selama ini saya menyimpulkan ada tiga masalah utama yang sebenarnya masih saling berkaitan satu sama lain yang menjadi pemicuh kecemasan itu sekaligus bisa dijadikan pedoman atau solusi bagi para peserta didik pada umumnya dan calon peserta ujian nasional pada khususnya.. Adapun masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Persiapan
Kurangnya persiapan sejak dini merupakan pemicuh utama adanya kecemasan dalam diri peserta didik. Siswa-siswi sering berpikir bahwa ujian nasional diikuti oleh siswa kelas 3 jadi hanya merekalah yang wajib mempersiapkan diri. Sebenarnya seorang pelajar yang baik itu adalah pelajar yang mau mempersiapkan dirinya setiap saat. Persiapan itu sudah harus dilakukan sejak pertama kali si pelajar menginjakan kaki di sekolah tempat ia menimbah ilmu. Coba kita bayangkan materi yang di alokasikan waktu tiga tahun untuk dipelajari hanya dipelajari dalam dalam waktu semalam menjelang ujian nasional, bagaimana jadinya?
2.
3.

No comments:

Post a Comment